SELAMAT BERKUNJUNG

Kepada semua pengunjung blog saya, selamat berjumpa dan terimalah persembahan ini.......salam

Senin, 16 Januari 2023

TINDAKAN FITOSANITARI TERHADAP TANAMAN AKUARIUM MELALUI PENDEKATAN SISTEM

 

TINDAKAN FITOSANITARI TERHADAP
TANAMAN AKUARIUM MELALUI PENDEKATAN SISTEM

Oleh
Mochamad Achrom



PENDAHULUAN

        Dunia Akuarium Alam di beberapa negara sub tropis telah menjadi tren, yang mereproduksi alam dalam tangki, dimulai dengan “aquascape asli” di mana tanaman air, bebatuan, dan kayu berada di dalam akuarium, dan telah berkembang menjadi Biotope, Akuarium Gaya Terbuka, dan Aqua-terarium (Dinding Mizukusa ) di mana tata letak dibuat di bawah dan di atas air. Untuk memenuhi kebutuhan dalam pembuatannya dilakukan introduksi tanaman air dari negara tropis yang kaya dengan flora dan faunanya termasuk dari Indonesia.
        
        Akuarium alam ini dirancang untuk menciptakan kembali hutan tropis dalam wadah kaca tertutup. Hal ini terinspirasi oleh "kekuatan penyembuhan" dari alam dan tanaman hijau untuk dimasukkan ke dalam kehidupan sehari-hari, dan akan menikmati berbagai tanaman dengan Nature Aquarium GoodsDengan adanya tren tersebut memberikan peluang bagi Indonesia untuk mengekspor tanaman air “aquarium plant” ke negara negara di Eropa akan semakin intensif. Dengan makin meningkatnya permintaan “aquarium plant” tidak terlepas dari kewajiban pemenuhan fitosanitari yang mempersyaratkan media pembawa bebas dari Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) yang sangat ketat dari golongan nematoda, siput, serangga dan cendawan yang berpotensi terbawa oleh material tanaman aquarium tersebut.

     Kondisi kegiatan ekspor tanaman air saat ini banyak mengalami hambatan akibat dari tidak terpenuhinya kewajiban persyaratan fitosanitari oleh Indonesia ke negara-negara di Eropa dengan telah diterimanya beberapa kali NNC “Notification of Non Complient “ yang disampaikan oleh negara pengimpor ke Badan Karantina Pertanian Indonesia, NNC tersebut diakibatkan karena masih ditemukan nematoda dan serangga dalam kiriman tanaman air.  Salah satu nematoda yang menjadi OPT target dari tanaman air adalah Radopholus similis yang merupakan spesies nematoda endoparasit yang sangat merusak (Duncan dan Moens, 2006) yang menyebabkan penurunan produksi banyak jenis tumbuhan. Gejala paling menonjol di Pisang dan pisang raja (Musa spp.), jeruk (Citrus spp.) dan lada hitam (Piper nigrum) (Brooks, 2008), juga dapat menyebabkan kerusakan pada beberapa tanaman hias tropis dan palem . Radopholus citrophilus. R. similis diatur dalam Annex II, Bagian A, Bagian II Council Directive 2000/29 / EC2 sebagai organisme berbahaya yang diketahui terjadi di Uni Europa, berdasarkan EPPO dikategorikan sebagai OPTK A2.  Nematoda ini muncul secara sporadis pada tanaman hias (di bawah perlindungan budidaya) di beberapa negara UE. 

      Tanaman untuk ditanam merupakan jalur masuk dan penyebaran R. similis. Nematoda diamati menyebabkan dampak pada tanaman hias di beberapa Negara Anggota (selanjutnya disebut sebagai MSs) dan dampak lebih lanjut diperkirakan akan menyebar lebih lanjut di UE (EFSA 2017). Selain R. similis , spesies Hirschmanniella merupakan nematoda yang sering diintersepsi pada tanaman akuarium yang diimpor ke Uni Europa sebagai tindakan pencegahan masuk oleh pihak otoritas Karantina yang diatur dalam Commission Implementing Regulation (Eu) 2019/2072 tanggal 28 November 2019 dan tercantum dalam Bagian A Annex II (European Union 2019). Nematoda ini sebagai endoparasitik akar yang unik yang beradaptasi dengan lingkungan akuatik dan sebagian besar berasal dari daerah tropis (EFSA 2018).

    Dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan volume ekspor tanaman akuarium dan memenuhi program GRATIEKS (Gerakan Tiga Kali Lipat Ekspor), maka diperlukan penanganan komoditas yang sehat yang diterima oleh negara pengimpor sesuai persyaratan yang ditetapkan dengan tindakan fitosanitari yang memadai dan dapat dipertanggungjawabkan, sehingga tidak ada penolakan atau pemusnahan media pembawa oleh negara tujuan karena adanya ketidaksesuaian karena ditemukannya OPT. Untuk memitigasi terbawanya OPT oleh tanaman akuarium ke negara tujuan ekspor, Karantina tumbuhan dalam penerbitan fitosanitari certificate perlu melakukan langkah langkah tindakan yang terpadu mulai dari pra tanam sampai saat pengiriman ke negara tujuan ekspor melalui pendekatan sistem berdasarkan standar internasional yang telah disepakati bersama oleh negara anggota Persatuan Perlindungan Tanaman Internasional (IPPC) yaitu ISPM 14 tentang The use of integrated measures in a sistems approach for pest risk management.
Dengan melalui pendekatan sistem dalam pengelolaan OPT terhadap eksportasi tanaman air diharapkan kedepannya tidak akan ada lagi pernyataan ketidaksesuaian atau NNC yang disampaikan oleh negara pengimpor, sehingga ekspor semakin lancar.


PENDEKATAN SISTEM DALAM PENGENDALIAN OPT

      Berdasarkan International Standard for Phytosanitary Measures (ISPM) No.14 bahwa tindakan Fitosanitari dapat menggunakan pendekatan sistem dalam pengelolaan risiko Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT). Pendekatan sistem mengintegrasikan langkah-langkah untuk memenuhi Persyaratan impor fitosanitasi. Pendekatan sistem menyediakan kesempatan untuk mempertimbangkan prosedur pra dan pasca panen yang mungkin berkontribusi pada efektivitas manajemen risiko OPT. Tindakan yang digunakan dalam pendekatan sistem dapat diterapkan sebelum dan / atau pasca panen dimanapun  Organisasi Perlindungan Tanaman Nasional (NPPO) memiliki kemampuan untuk mengawasi dan memastikan kepatuhan prosedur fitosanitasi. Jadi pendekatan sistem dapat mencakup tindakan yang diterapkan di tempat produksi, selama periode pasca panen, di rumah pengemasan, atau selama pengiriman dan distribusi komoditas. Praktek budidaya tanaman, perawatan tanaman, desinfestasi pasca panen, inspeksi dan prosedur lainnya diintegrasikan dalam pendekatan sistem.

      Tindakan manajemen risiko yang dirancang untuk mencegah kontaminasi atau infestasi umumnya termasuk dalam pendekatan sistem (misalnya menjaga integritas lot, mengharuskan pengemasan anti hama, pemilihan area pengemasan, dll.). Begitu juga dengan prosedur seperti surveilans OPT, perangkap OPT dan pengambilan sampel juga bisa menjadi komponen pendekatan sistem.  Kombinasi tindakan Fitosanitari dalam pendekatan sistem adalah salah satu opsi yang mungkin dipilih sebagai dasar persyaratan impor fitosanitari. Seperti dalam perkembangan segala tindakan manajemen resiko OPT, ini harus mempertimbangkan ketidakpastian risiko. (lihat ISPM 11 tentang Pest Risk Analysis for Quarantine Pest). 

     Pada prinsipnya, pendekatan sistem harus terdiri dari kombinasi tindakan fitosanitasi yang mungkin diterapkan di negara pengekspor. Namun, negara pengekspornya mengusulkan tindakan yang harus dilaksanakan di dalam wilayah negara pengimpor dan negara pengimpor setuju, tindakan di dalam negara pengimpor dapat digabungkan dalam sistem pendekatan.

Berikut ini merangkum banyak opsi yang biasa digunakan:

1. Periode pra tanam

- Penggunaan bahan tanam yang sehat
- Penggunaan kultivar yang tahan atau kurang rentan
- Pemilihan/penyediaan daerah bebas hama, tempat produksi bebas hama atau
tempat produksi bebas hama
- Melakukan pendaftaran dan pelatihan produsen.

2. Periode pra panen

- Melakukan sertifikasi / manajemen lapangan (mis. inspeksi, perawatan pra panen, pestisida, biologis, kontrol dll.)
- Menciptakan kondisi terlindungi (misalnya rumah kaca, kantong buah, dll.)
- Melakukan gangguan terhadap reproduksi hama
- Melakukan pengendalian kultur teknis(misalnya sanitasi / pengendalian gulma)
- Menciptakan prevalensi hama yang rendah (terus menerus atau pada waktu tertentu)
- Melakukan pengujian.

3. Periode Panen
- Memanen tanaman pada tahap perkembangan atau waktu tertentu dalam setahun
- Membuang produk yang terinfestasi, inspeksi untuk seleksi
- Mengatur tahap kematangan / kematangan
- Melakukan sanitasi (misalnya pembuangan kontaminan, "sampah")
- Mengatur teknik panen (misalnya penanganan).

4. Perawatan dan penanganan pasca panen

- Melakukan tindakan perlakuan (misalnya fumigasi, iradiasi, penyimpanan dingin, atmosfer terkendali, pencucian, penyikatan, waxing, mencelupkan, memanaskan dll.)
- Melakukan inspeksi dan penilaian (termasuk seleksi untuk tahap kematangan tertentu)
- Melakukan sanitasi (termasuk pemindahan bagian tanaman inang)
- Melakukan sertifikasi fasilitas pengepakan
- Melakukan sampling /contoh
- Melakukan pengujian
- Mengatur metode pengepakan
- Melakukan pemilihan area penyimpanan.

5. Transportasi dan Distribusi

- Melakukan tindakan perlakuan atau pemrosesan selama pengangkutan
- Melakukan tindakan perlakuan atau pemrosesan pada saat kedatangan
- Melakukan pembatasan penggunaan akhir, distribusi, dan tempat masuk
- Melakukan pembatasan jangka waktu impor karena perbedaan musim antara asal dan tujuan
- Mengatur metode pengepakan
- Melakukan karantina pasca masuk( di negara tujuan)
- Melakukan inspeksi dan / atau pengujian
- Mengatur kecepatan dan jenis transportasi
- Melakukan sanitasi (bebas dari kontaminasi alat angkut).

PENGELOLAAN KESEHATAN TANAMAN TERHADAP TANAMAN AIR TUJUAN EKSPOR

Dalam rangka kegiatan fitosanitari terhadap tanaman air tujuan ekspor perlu dilakukan pengelolaan secara sistem dan pemeriksaan dari pra tanam sampai proses pengiriman yang dikenal dengan inline inspection dengan langkah-langkah sebagai berikut.

1. Tindakan pencegahan OPT pra tanam

Membangun media tanam (air) yang bebas dari nematoda dan OPT lain dengan menggunakan kolam plastic/terpal atau kolam beton yang tidak menggunakan tanah, volume air dapat dikontrol dan diatur sesuai kebutuhan (irigasi dan drainase) di dalam intalasi karantina (IKT).

Sumber air berasal dari air tanah yang ditampung di bak penampungan dan bebas dari OPT.

Penggunaan material bibit tanaman bebas dari infestasi atau kontaminasi OPT
melalui pemeriksaan petugas KT.

Melakukan tindakan pembersihan dan desikfeksi semua peralatan dan mesin
produksi dan pakaian kerja yang digunakan.

Pemasangan yellow traps di areal kolam untuk merangkap serangga yang datang.

2. Tindakan selama produksi

Untuk mencegah infestasi dilakukan pembersihan dan desikfeksi semua peralatan dan mesin produksi dan pakaian kerja yang digunakan

Melakukan isolasi tanaman untuk mencegah infestasi R. similis, Hirschmanniella dan OPT lainnya selama produksi, pertahankan tidak adanya tanaman lainnya yang baru dari pada tanaman yang diproduksi di dalam kolam produksi dan mencegah masuknya air irigasi ke kolam selain dari sumber air yang telah bebas OPT

Tetap selalu menggunakan air yang bebas OPT.

Melakukan pengamatan OPT secara rutin untuk mencegah infestasi dari luar terutama dari golongan serangga

Melakukan pemangkasan atau perampasan apabila ditemukan serangan OPT.

Melakukan perlakuan kimiawi untuk mengeleminir OPT jika dibutuhkan.

3. Tindakan Persiapan kiriman/panen

Melakukan pembersihan dan desikfeksi semua peralatan dan mesin produksi dan pakaian kerja yang digunakan

Melakukan tindakan perlakuan fisik berupa sortasi dari adanya tanda dan gejala OPT

Melakukan tindakan perlakuan air panas jika dibutuhkan

Melakukan pemeriksaan fisik kesehatan tanaman terhadap tanaman yang akan dikirim

Melakukan uji laboratorium

Melakukan pengepakan/pengemasan yang menjamin terhindar dari reinfestasi OPT dan tanaman dapat bertahan hidup selama pengiriman. Kegiatan dilakukan di packing house yang teregristrasi.

4. Tindakan pendukung

Inspeksi dilakukan di beberapa lokasi dan beberapa fase produksi untuk memastikan tidak ada OPT Target

Pengujian dapat dilakukan pada beberapa tahap produksi dan perdagangan untuk memverifikasi ketiadaan OPT target.

Pengambilan sampel sesuai dengan rencana pengambilan sampel yang memungkinkan meningkatkan efektivitas inspeksi atau pengujian untuk mendeteksi OPT target.

Dokumen kertas atau elektronik konsisten dengan sertifikat model dari IPPC, membuktikan bahwa konsinyasi memenuhi persyaratan impor Fitosanitari (FAO, 2016 -ISPM No. 5).

Persetujuan IKT dan/atau packing house . Sertifikasi tempat adalah proses termasuk satu set prosedur dan tindakan yang dilaksanakan oleh produsen, kondisioner dan pedagang berkontribusi untuk memastikan kepatuhan fitosanitasi.

Informasi terverifikasi yang diperoleh dari pengawasan dapat digunakan untuk menentukan keberadaan atau penyebaran hama di lokasi IKT.


PEMBAHASAN

        Pengelolaan OPT dari produk yang akan diekspor dilakukan dari pra tanam sampai proses pengiriman dilakukan secara terpadu dalam kerangka organisasi perlindungan tanaman nasional termasuk di dalamnya adalah Badan Karantina yang melakukan pemeriksaan dan sertifikasi, hal ini sesuai dengan Pasal V.2a dari IPPC (1997) menyatakan bahwa: "Inspeksi dan kegiatan terkait lainnya yang mengarah pada penerbitan sertifikat fitosanitasi harus dilakukan hanya oleh atau di bawah kewenangan organisasi resmi perlindungan tumbuhan nasional.
        
         Penerbitan sertifikat fitosanitasi harus dilakukan dilakukan oleh pejabat publik yang secara teknis memenuhi syarat dan diberi kewenangan oleh organisasi resmi perlindungan tumbuhan nasional untuk bertindak atas namanya dan di bawah kendalinya dengan pengetahuan dan informasi yang tersedia bagi petugas tersebut sehingga otoritas pihak pengimpor yang mengontrak dapat menerima sertifikat fitosanitari dengan keyakinan sebagai dokumen yang dapat diandalkan. " (Lihat juga Pub ISPM No. 7: Sistem sertifikasi ekspor)

        Sertifikat fitosanitasi dikeluarkan untuk menunjukkan bahwa pengiriman tanaman, produk tanaman, atau barang yang diatur lainnya memenuhi persyaratan impor fitosanitasi tertentu dan sesuai dengan pernyataan sertifikasi dari sertifikat model yang sesuai. Untuk memenuhi persyaratan bebas OPT harus dikelola dengan baik mengingat seringkali ditemukannya OPT di Negara tujuan walaupun sudah melalui sertifikasi. Yang mana di dalam PC terdapat pernyataan bahwa: “Dengan ini menyatakan bahwa tanaman, produk tanaman atau barang yang diatur lainnya yang dijelaskan di sini telah diperiksa dan / atau diuji sesuai dengan prosedur resmi yang sesuai dan dianggap bebas dari hama karantina yang ditentukan oleh pihak pengimpor dan untuk menyesuaikan dengan persyaratan fitosanitasi saat ini dari pihak pengimpor, termasuk untuk OPT non-karantina yang diatur.”
Melalui pendekatan sistem yang telah diatur dalam ISPM No.14 hal hal yang menjadi temuan dari negara pengimpor dapat dihilangkan sehingga tidak menjadi hambatan dalam kegiatan ekspor tanaman air terutama ke negara negara di Europa karena sejak dari awal sudah dimitigasi dan harus selalu terkendali.

        Untuk keefektifan pengelolaan Fitosanitari melalui sistem ini ada beberapa hal yang sangat penting untuk dilaksanakan dan diaudit secara berkesinambungan yaitu :

1. Memastikan bahwa pemeriksaan resmi dilakukan hanya oleh staf yang diberi wewenang oleh UPT Karantina setempat yang memiliki tingkat keahlian dan teknis yang sesuai informasi, sejalan dengan bagian 3 dari ISPM No. 7;
2. Memastikan bahwa tindakan diambil untuk meninjau keefektifan sistem sertifikasi ekspor, khususnya sehubungan dengan intersepsi yang sedang berlangsung;
3. Memastikan bahwa terdapat sistem yang memungkinkan ketertelusuran sertifikat fitosanitari dari kiriman terkait serta bagiannya, sesuai dengan bagian 4 dari ISPM No. 7. Pihak Karantina harus menerapkan nomor unik registrasi untuk setiap kiriman yang tertera pada sertifikat fitosanitari, sehingga administrasi dari riwayat prosedur suatu kasus dapat diambil;
4. Memastikan bahwa staf yang melakukan pemeriksaan bebas dari gangguan atau tekanan dari eksportir untuk memastikan bahwa mereka memiliki objektivitas dan ketidakberpihakan untuk melakukan pemeriksaan yang sesuai  dengan bagian 1.4 dari ISPM No. 23;
5. Memastikan bahwa staf yang melakukan inspeksi diberikan instruksi yang sesuai untuk melakukan pemeriksaan ekspor, sesuai dengan bagian 4.2 dari ISPM No. 7. Intruksi khusus diberikan tentang ukuran sampel untuk pemeriksaan sejalan dengan ISPM No. 31 dan pedoman untuk penanganan sampel yang mencurigakan secara aman saat diteruskan untuk pemeriksaan laboratorium;
6. Memastikan bahwa pemeriksaan tanaman dilakukan secara sistematis dan konsisten; Terutama pada sub-sampel yang diambil untuk pemeriksaan visual bersifat representatif, sejalan dengan bagian 2.4 dari ISPM No. 23;
7. Memastikan bahwa semua data yang sistematis untuk mengeluarkan fitosanitari sertifikat tersedia, sejalan dengan bagian 4.2 dari ISPM No.7.

Dengan adanya aturan tersebut dan dilakukan pengawasan atau audit yang ketat dan
terus menerus oleh pihak Karantina maka pemenuhan persyaratan fitosanitari dari negara
tujuan ekspor akan tercapai.


KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Untuk memenuhi persyaratan ekspor tanaman air yang ditetapkan oleh negara tujuan seyogyanya tindakan fitosanitari diterapkan melalui pendekatan sistem untuk memitigasi adanya OPT. Tindakan pengelolaan dimulai dari kegiatan pra tanam sampai kegiatan pengiriman dan distribusi dari media pembawa melalui berbagai tindakan dan pemeriksaan secara in line inspection.

2. Dengan pendekatan sistem dan tindakan in line inspection , adanya OPT dapat dideteksi dan dikelola secara dini saat proses produksi sehingga tidak akan terbawa sampai ke negara tujuan dan tidak akan ada lagi NNC yang menjadi kendala ekspor.

Saran
Pemanenan tanaman air dari kolam alami harus segera dihentikan dan tidak diterbitkan
fitosanitari certificate karena tidak ada jaminan bebas dari OPT yang terbawa media
pembawa. 

DAFTAR PUSTAKA

EFSA. 2017. Pest risk assessment of Radopholus similis for the EU territory. EFSA Journal
2017; 15(8):4879
EFSA. 2018. Pest categorization of Hirschmanniella spp. EFSA Journal 2018;16(6):5297
[EPPO] European and Mediterranean Plant Protection Organization.2020. EPPO Global
Database.Radopholus similis
[EU] European Union. 2019. Official Journal. L319/2019. Commission Implementing
Regulation (Eu) 2019/2072. Volume 62 .10 December 2019.
FAO] Food and Agricultural Organization. 2016. International Standard Phytosanitary
Principles for the Protection of Plants and the Application of Phytosanitary
Measures in International Trade. ISPM No. 01.International Plant Protection Convention. [FAO] Food and Agricultural Organization.2016. International standard Phytosanitary
Measures. ISPM No.7. International Plant Proection Convention.
[FAO] Food and Agricultural Organization.2017. Phytosanitary Phytosanitary
Certificate.ISPM No. 12. International Plant Protection Convention
[FAO] Food and Agricultural Organization. 2019. The use of integrated measures in a
sistems approach for pest risk management .ISPM No.14. International Plant
Protection Convention.
[FAO] Food and Agricultural Organization. 2019. Guidelines for inspection. ISPM No. 23.
International Plant Protection Convention.
[FAO] Food and Agricultural Organization.2016. Methodologies for sampling of
consignments.ISPM No.31. International Plant Protection Convention.

Senin, 17 Juni 2019

PEMANFAATAN ASAP CAIR

Selasa, 24 Januari 2017

Rabu, 24 Agustus 2016


EFIKASI FOSFIN CAIR UNTUK PERLAKUAN KUTU PUTIH PADA MANGGIS (Garcinia mangostana L.), NANAS (Ananas comosus L.) DAN ANGGREK  (Phalaenopsis sp.)

EFFICACY OF LIQUIFIED PHOSPINE FOR THE TREATMENT OF MEALYBUGS IN THE MANGOSTEEN (Garcinia mangostana L.), PINEAPPLES (Ananas comosus L.) AND ORCHID (Phalaenopsis sp.)

M. Achrom, K. T. Kurniasih, B. Suherman, J.  Hidayat,
L. Panjaitan, Sunarto, Ranta Hadi
 

Abstract


Liquified phosphine with composing 2% PH3 in 98% CO2 as the alternative fumigant has prospect to replace Methyl Bromide. Standard application of liquified phosphine for the treatment of mealybugs (Planococcus minor Maskell; Hemiptera : Pseudococcidae) infested fresh fruit of mangosteen, pineapple and orchid plant required for facilitation of trade. The purpose of applied research were to find the concentration and time (CT) product of liquefied phosphine for eradicate mealybugs associated with fresh fruits of mangosteen, pineapple var. cayenne, 6 month old orchid seedlings and flowering stage of orchid plants and to evaluate the phytotoxin. Rearing mealybugs used Japanese pumpkin to obtain high number of insect test. Fumigation was carried out with varied concentration: 100; 200; 300; 400 and 500 ppm, temperature 26-30 0C and at the initial exposure time: 12; and 24 hours. Selected significant dose of fumigant of 200 ppm with exposure time: 0; 1.0; 1.5; 2.0; 2.5; 3.0; 3.5; 4.0 and 4.5 hours.   The results showed 100 – 500 ppm with 12 hours of exposure time were without any physical damage to mangosteen fruits and extended exposure time of fumigation until 24 hours caused the fruits to be dry and harden. Fumigation at 100-500 ppm with exposure time of 12 and 24 hours showed without caused physical damage to the pineapple and 6 month old orchid seedlings.  The orchids in the flowering stage after fumigation with 100-500 ppm for 12 hours caused early senescens of flowering stage and fallen down sepal and petal from stem. Application of liquefied phosphine was recommended dose 200 ppm for 7 hours exposure time temperature 26-300C with a goal was to treat over 54.902 nymph and 5.609 adults mealybugs in each test with a result of zero survivors without any physical damage on orchids flowering stage.

Key word: liquified phosphine, fumigation, mealybugs, mangosteen, orchids, pineapple

Abstrak


Fosfin cair dengan komposisi 2% PH3 dalam 98% CO2 adalah fumigan alternatif yang diharapkan sebagai pengganti Metil Bromida. Standar aplikasi dari fosfin cair untuk perlakuan kutu putih (Planococcus minor Maskell; Hemiptera : Pseudococcidae) yang menginfestasi buah manggis, nanas dan tanaman anggrek dibutuhkan untuk memfasilitasi perdagangan. Tujuan dari uji terap yaitu untuk mendapatkan konsentrasi dan waktu (CT product) dari fosfin cair untuk mengeradikasi kutu putih yang berasosiasi dengan buah manggis, nanas var. smooth cayenne, bibit anggrek berumur 6 bulan dan tanaman anggrek yang berbunga serta mengevaluasi phytotoksik.  Pemeliharaan kutu putih menggunakan kaboca untuk memperoleh jumlah serangga uji yang banyak. Fumigasi telah dilakukan dengan berbagai konsentrasi  100, 200, 300, 400 dan 500 ppm pada suhu 26-30 0C dan diawali dengan waktu papar 12 dan 24 jam.  Dipilih dosis yang nyata dari fumigan pada 200 ppm dengan waktu papar 0; 1.0; 1.5; 2.0; 2.5; 3.0; 3.5; 4.0 dan 4.5 jam.  Hasil pengujian menunjukan bahwa fumigasi konsentrasi 100 – 500 ppm waktu papar 12 jam tidak menyebabkan kerusakan fisik pada buah manggis dan dengan memperpanjang waktu papar menjadi 24 jam menyebabkan buah menjadi kering dan mengeras.  Fumigasi pada 100-500 ppm dengan waktu papar 12 dan 24 jam tidak menyebabkan kerusakan fisik pada buah nanas dan bibit anggrek berumur 6 bulan.  Tanaman anggrek yang berbunga setelah difumigasi dengan konsentrasi 100-500 ppm selama 12 jam menyebabkan kematian cepat pada bunga dan gugurnya petal serta sepal dari batang bunga.  Aplikasi fosfin cair yang direkomendasikan pada konsentrasi 200 ppm dengan waktu papar 7 jam suhu 26-30 0C telah dikonfirmasi menggunakan 54.902 nimfa dan 5.609 dewasa kutu putih dengan hasil tidak ada serangga yang bertahan hidup serta tidak menyebabkan kerusakan pada bunga anggrek.


Kata kunci : fosfin cair, fumigasi, kutu putih, manggis, nenas, anggrek 

PERLAKUAN PENCELUPAN ASAP CAIR UNTUK MENGELEMINASI  BAKTERI Burkholderia glumae  Kurita & Tabei  PADA BENIH PADI (Oryza sativa L.)

M.  Achrom
Balai Uji Terap Teknik dan Metode Karantina Pertanian
rekamaya @ gmail.com
                                                                          
Abstrak

Burkholderia glumae  merupakan bakteri tular benih sebagai  Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina  (OPTK) kategori A2.  Untuk membebaskan bakteri dari benih padi pencelupan dengan larutan asap cair merupakan sebagai alternatif.  Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh  pencelupan larutan asap cair terhadap bakteri B. glumae ,  vigor dan daya kecambah benih padi var. Ciherang.  Rancangan percobaan menggunakan  RAL dengan 6 perlakuan (Kontrol, 1 %, 2 %, 3%, 4%, 5% asap cair)  diulang 4 kali .  Pencelupan 10 menit dalam larutan asap cair yang selanjutnya dikeringkan kembali dan dilakukan ekstraksi bakteri dari benih untuk ditumbuhkan dalam media SPG yang dimodifikasi  dan benih diuji vigor dan daya kecambah dengan uji kertas digulung plastic(UKDp). Hasil penelitian menunjukan bahwa larutan asap cair bersifat antibakteri dan semakin tinggi konsentrasi akan semakin tinggi penekanannya. Pencelupan 5 % -10 menit  tidak menurunkan vigor dan daya kecambah benih padi.
Kata kunci : B. glumae  , asap cair , daya kecambah, vigor

DIPPING OF RICE SEEDS (Oryza sativa L.)  ON LIQUEFIED SMOKE SOLUTION FOR ELIMINATE Burkholderia glumae  Kurita & Tabei  

M.  Achrom
Applied Research  Institute of Agriculture Quarantine
rekamaya @ gmail.com

Abstract

Burkholderia glumae as seed borne bacteria as  quarantine pest  category A2.  To eliminated bacteria from rice seed  dipping in a solution of liquefied smoke is as an alternative. The aims study to determine the effect of dipping liquefied smoke solution to B. glumae, vigor and germination of rice seeds var. Ciherang.  The experimental design used  RAL with 6 treatments (Control, 1%, 2%, 3%, 4%, 5% solution) with 4 replication.  Dipping 10 minutes in a solution of liquefied  smoke is then dried back and do the extraction of bacteria from the seed to be grown in media SPG modified and tested seed vigor and germination test paper rolled plastic (UKDp). The results showed that the antibacterial solution of liquefied smoke and the higher the concentration will be increased efectivity.  Dipping  5% -10 minutes do not  decrease vigor and germination of rice seeds.
Key word :  B. glumae  , liquefied smoke, germination, vigor

PENDAHULUAN

Dalam upaya mencegah masuk dan menyebarnya Organisme Pengganggu Tumbuhan yang berbahaya dan belum terdapat di Indonesia atau penyebarannya masih terbatas di wilayah tertentu, pemerintah telah menetapkan daftar Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK).  Burkholderia glumae  yang merupakan bakteri tular benih yang dapat menyebabkan kerusakan ekonomis yang tinggi termasuk dalam OPTK A2 golongan I yang belum ditemukan metode untuk membebaskannya dari benih padi yang merupakan komditas pangan utama di Indonesia.
Lalu lintas benih padi terutama impor dari negara yang menjadi area penyebarannya cukup tinggi, yang menuntuk kehati-hatian dan apabila ditemukan pada benih impor  akan dilakukan pemusnahan.  Pemusnahan merupakan hal yang sangat merugikan karena selain kerugian ekonomis dan mengganggu perencanaan tanam juga pada pelaksanaannya sangat sulit karena memerlukan tempat dan biaya yang cukup tinggi.  Untuk menggatikan tindakan pemusnahan perlu dicari metode perlakuan yang efektif dan efisien serta  dapat diaplikasikan dilapangan.
Salah satu metode yang dapat dilakukan adalah metode pencelupan (dipping) menggunakan pestisida atau bahan lain yang dilanjutkan dengan pengeringan untuk membebaskan  bakteri  Burkholderia glumae  dari benih tanaman.   Salah satu bahan yang berpotensi untuk membebaskan B. glumae  adalah asap cair.   Asap cair terbuat dari hasil pembakaran kayu yang dikondensasikan sehingga menjadi campuran larutan dari disperse koloid asap kayu dalam air (Maga, 1987 dalam Indrayani et al., 2008). Menurut Khor (2009) asap cair mengandung 5 komponen utama yaitu fenol 11,68%, 4-metilfenol 4,74%, asam dodekanoat 30,02%, metil ester 5,16%, asam tetradekanoat 4,78%, dan 2-metoksi-4-metilfenol sebanyak 3,2%.  Namun berdasarkan penelitian Gani (2013) hasil hidrolisis cangkang, tandan kosong, dan janjang kelapa sawit dengan konsentrasi yang lebih tinggi ialah asam asetat dan fenol. Kandungan senyawa asap cair yang menghambat mikroorganisme antara lain fenol  dan asam (Indrayani et al., 2008), asap cair dari berbagai jenis kayu mempunyai potensi sebagai pengawet alami karena fenol merupakan bahan yang digunakan sebagai disinfektan atau antiseptic (Ratnawati & Hartanto, 2010).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas asap cair dalam membebaskan B. glumae pada benih padi dan mengetahui pengaruh perlakuan asap cair terhadap vigor dan daya kecambah benih padi.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilakukan di Balai  uji terap teknik dan metode karantina pertanian Bekasi Jawa Barat pada  pada bulan  2015.  Alat yang digunakan antara lain :  glass ware, inkubator, biosafety cabinet. . Bahan yang digunakan antara lain : Benih padi yang terinfeksi B. glumae , larutan asap cair, SPG media yang dimodifikasi (KH2PO4 1,3 g; Na2HPO4 1,2 g;  (NH4)2 SO4 5,0 g; Mg.SO4.7H2O 0,25 g; Na2MoO4.2H2O 24,0 g; EDTA.Fe 10,0 g; D.sarbitol 10,0 g; Methyl violet 1,0 g; Phenol red 20,0 mg;  agar 15,0 g; aquadesh. Dan antibiotic L-Cystine (1mg/100 ml), Penicillin-G (5 g/100 ml), ampicillin sodium salt (1 g/100 ml) dan cetrimide (1 g/100 ml)), kertas merang.
Metode yang digunakan adalah metode eksperimen dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) sederhana dengan 6 perlakuan dan 4 ulangan.  Perlakuan yang dilakukan adalah pencelupan benih padi pada larutan asap cair  dengan konsentrasi yang berbeda yaitu  0% (kontrol), 1%, 2%, 3%, 4%, dan 5% dari larutan stok.
Pelaksanaan perlakuan dengan memasukkan masing-masing 200 g benih padi yang terinfeksi B. glumae ke dalam kantong kain.  Selanjutnya mencelupkan setiap kantong biji padi pada larutan asap cair sesuai dengan perlakuan selama 10 menit. Kantong padi tersebut ditiriskan dan dilakukan pengeringan sampai kadar air awal.  
Benih padi yang telah diberi perlakuan  diekstraksi agar bakteri yang ada didalam benih padi keluar sehingga bisa di isolasi.  Berat benih yang digunakan setiap perlakuan dan ulangan adalah 2 g. Benih digerus sampai halus dan selanjutnya dilarutkan NaCl sebanyak 20 ml lalu diaduk hingga rata. Larutan ekstrak selanjutnya di pipet 1 ml kemudian di encerkan pada 10-1 lalu di vortex selama 10 detik. Suspensi kembali dipipet sebanyak 100 mikroliter kemudian dituangkan ke dalam petridish dan diratakan menggunakan glassrod, selanjutnya diisolasi dan inkubasikan selama 3 hari dan  diamatai dengan menghitung jumlah koloni B. glumae  yang tumbuh pada  media tersebut.
Untuk mengetahui  vigor dan daya kecambah dilakukan dengan metode uji kertas digulung plastic (UKDp) pada germinator masing-masing perlakuan 100 butir x 4 ulangan.  Pengamatan vigor dilakukan pada hari ke-5 dengan menghitung jumlah kecambah  normal dibandingkan jumlah benih dan pengamatan daya kecambah dilakukan dengan menghitung jumlah benih yang berkecambah sampai hari ke-14(ISTA, 2014).
Persentase perkecambahan menunjukkan jumlah kecambah normal yang dapat dihasilkan oleh benih murni pada kondisi lingkungan tertentu dalam jangka waktu yang ditetapkan ( Sutopo, 2002). Daya berkecambah (DB) dihitung berdasarkan Sadjad et al. (1999) dengan menghitung presentase jumlah kecambah normal (sesuai standar ISTA 2014) pada pengamatan hitungan pertama (KN I) yaitu 5 hari setelah perlakuan (HSP) dan presentase jumlah kecambah normal pada pengamatan hitungan kedua (KN II) yaitu 14  HSP  menggunakan rumus:

 







                           




Parameter pengamatan yang dilakukan yaitu :  Melihat pertumbuhan koloni bakteri pada setiap perlakuan dan ulangan, menghitung indeks vigor (% kecambah hari ke-5) dan daya kecambah (% kecambah hari ke – 14) dari setiap perlakuan.   Analsis data penghambatan jumlah koloni dilakukan dengan uji ragam (ANOVA) dan jika terdapat perbedaan yang nyata dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan.
                                               
HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari hasil inkubasi ekstrak benih padi  pada media SPG yang dimodifikasi  bakteri  B. glumae  mempunyai bentuk koloni bulat berwarna ungu  yang  diakibatkan oleh kandungan metil violet pada media yang membuat bakteri mengeluarkan pigmen tersebut. Jumlah koloni yang muncul dari setiap perlakuan  dan ulangan beragam yang menggambarkan kepadatan bakteri tersebut pada benih padi pasca perlakuan, dengan semakin rendahnya jumlah koloni menandakan semakin efektifnya perlakuan. Dari hasil inkubasi tersebut ada kecenderungan semakin tinggi konsentrasi asap cair semakin rendah jumlah koloni B. glumae yang muncul, walaupun pada  konsentrasi  tertinggi (5%) larutan asap cair  tidak  efektif menekan pertumbuhan bakteri sampai 0 % (zero toleran)  sebagai persyaratan  perlakuan karantina, hal ini  kemungkinan belum meresapnya larutan ke dalam biji akibat tebalnya  kulit biji.  Rerata jumlah koloni setelah dilakukan transformasi data menggunakan log menggunakan analisa ragam dan dilanjutkan dengan uji Duncan dengan tingkat kepercayaan 95%   tertera pada  Tabel 1.
Rerata jumlah koloni pada setiap perlakuan menunjukkan nilai tidak berbeda nyata pada uji Duncan (p>0,05) pada semua perlakuan dan kontrol. Dengan Jumlah koloni yang mengalami penurunan seiring dengan semakin tingginya konsentrasi, maka larutan asap cair berpotensi sebagai perlakuan benih terhadap bakteri B. glumae
     Gambar 1. Koloni B. glumae pada media SPG yang dimodifikasi

Tabel 1. Rerata jumlah koloni (CFU/g) B. glumae pasca perlakuan pencelupan asap cair

Perlakuan
Jumlah koloni  (CFU/g) x 104
Kontrol
18,7373 a
1%
15,9875 a
2%
14,8125 a
3%
12,6625 a
4%
   9,7375 a
5%
 4, 725  a
  Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan nilai rerata yang signifikan berdasarkan hasil uji lanjut Duncan (p<0 o:p="">

Sebagaimana diketahui bahwa dua senyawa utama pada asap cair yang berperan sebagai bakterisida/bakteriostatik adalah fenol dan asam organic (Pszczola, 1995 dalam Fatimah (2011).   Menurut Girarrd (1992) senyawa fenol dalam asap cair merupakan hasil pirolisis dari lignin, sedangkan pirolisis selulosa dan hemiselulosa menghasilkan asam asetat (Fatimah (2011).  Sama halnya yang disampaikan oleh Leong (2011) Kandungan asam yang tinggi, metanol, dan fenol memiliki efek bakterisida yang kuat pada konsentrasi yang tinggi.   Benih padi memiliki kulit sekam yang tebal dan kuat yang akan menghambat masuknya larutan asap cair sampai ke inti benih dimana bakteri berada sebagai bakteri yang bersifat sistemik dan tular benih.  Dengan masih tingginya konsentrasi  B. glumae pada benih padi pasca perlakuan hal ini disinyalir masih belum adanya kontak antara asap  cair dengan B. glumae mengingat waktu pencelupan yang relatif  cepat  (10 menit).
Perlakuan pencelupan bahan kimia sintetis maupun alami dari bahan asal tumbuhan efektifitasnya dipengaruhi oleh konsentrasi larutan, suhu larutan dan waktu papar atau lamanya pencelupan, hal ini berhungan dengan permiabilitas dari larutan untuk mencapai sel bakteri dan menembus dingding sel bakteri.  Karseno et al., 2002 dalam Anisah ( 2014 ) menyatakan  bahwa secara umum mekanisme aktivitas antibakteri asap cair tempurung kelapa sawit adalah dengan masuk melewati dinding sel dan merusak bagian membrane sitoplasma yang mengakibatkan permeabilitas membrane terganggu sehingga terjadi kebocoran isi sel dan mengganggu pembentukan asam nukleat. Jika bakteri sensitive terhadap asap cair  maka dapat terjadi kerusakan pada dinding sel dan membrane sitoplasma.
Perlakuan pada benih tidak hanya mampu mengeleminir OPT  tetapi juga haruslah mampu mempertahankan daya kecambah dan vigor benih. Benih padi yang bermutu sebagai benih sebar harus memiliki daya kecambah minimal 80 persen Hasil analisis daya kecambah dan vigor setelah perlakuan asap cair dapat dilihat pada gambar 2.

Text Box: Konsentrasi
Gambar 2.  Grafik pengaruh konsentrasi larutan asap cair terhadap daya kecambah dan vigor benih padi

Hasil pengujian dengan menggunakan metode UKDp memberikan hasil bahwa daya kecambah dan vigor benih padi setelah pencelupan asap cair tidak jauh berbeda dengan kontrol. Nilai daya kecambah dan vigor benih padi lebih besar dari 94% dari semua perlakuan (masih memenuhi standar mutu benih ).
Dari  data jumlah koloni  B. glumae  pada media  SPG yang dimodifikasi  hasil ekstraksi  benih padi  pasca perlakuan pencelupan larutan asap cair dan daya kecambah serta vigornya diketahui bahwa perlakuan pencelupan asap cair sampai konsentrasi 5% belum berhasil mengeleminir bakteri sampai 0% ,hal ini karena dingding bakteri belum berhasil  ditembus oleh senyawa fenol sehingga masih memerlukan waktu untuk memberikan kesempatan larutan untuk menembus sekam benih dan dingding bakteri sampai batas aman bagi terpeliharanya  daya kecambah dan vigor benih sesuai standar mutu benih yang dipersyaratkan dan mengeleminir B. glumae  sampai tingkat  0  %. 
        Perlakuan benih tunggal hampir tidak ada yang efektif untuk mengeleminir sampai 0% karena  selalu terkendala oleh adanya penurunan kualitas benih , sehingga perlakuan kombinasi yang saling melengkapi sangat diperlukan. Perlakuan air panas merupakan salah satu perlakuan yang dapat dilakukan untuk benih padi namun efektifitasnya akan berbanding terbalik dengan suhu yang digunakan. Perlakuan pencelupan asap cair berpotensi dapat membantu untuk  menambah efektifitas  perlakuan air panas terutama digunakan saat  aktifitas  pendinginan dimana suhu benih masih tinggi dapat membantu efektifitas  larutan asap cair untuk menembus dingding sel bakteri.

KESIMPULAN

Perlakuan pencelupan asap cair terhadap benih padi terinfeksi Burkholderia glumae memberikan hasil bahwa asap cair mempunyai sifat antibakteri yang mengakibatkan penurunan jumlah koloni, semakin tinggi konsentransi semakin tinggi penurunan jumlah koloni.  Perlakuan pencelupan asap cair sampai konsentrasi 5 % larutan selama 10 menit belum dapat mengeleminir B. glumae sampai 100%Perlakuan pencelupan asap cair konsentrasi 5 % larutan selama 10 menit belum merusak vigor dan daya kecambah benih padi.   Penggunaan larutan asap cair sebagai perlakuan benih padi untuk mengeleminir B. glumae perlu dikaji kembali dengan waktu pencelupan yang lebih lama atau   dikombinasikan dengan perlakuan hot water treatment  sebagai media pada aktifitas hidrocooling.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih kami ucapkan kepada Kepala  BUTTMKP, Rekan rekan POPT  BUTTMKP  dan Neneng Sri Widayani (Mahasiswa UNPAD )  yang telah memfasilitasi dan membantu pelaksanaan   penelitian ini. 

DAFTAR PUSTAKA

Anisah, Kurnia. 2014. Analisis Komponen Kimia Dan Uji Antibakteri Asap Cair Tempurung Kelapa Sawit (Elaeis Guineesis Jacq.) Pada Bakteri Straphylococcus aureus Dan Pseudomonas aeruginosa. Skripsi.  UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta.
Fatimah, Feti. 2011. Komposisi dan aktivitas anti bakteri asap cair sabut kelapa yang dibuat dengan teknik pembakaran non pirolisis. Agritech. 31(4):306-311
Girard, J. P. 1992. Smoking in Technology of Meat and Meat Products. J.P. Girard (ed).Ellis Horwood. New York.
Indrayani, Y., Oramahi, H.a., & Nurhaida .2008. Evaluasi asap cair sebagai bio-termisida untuk pengendalian rayap tanah Coptotemes sp. Universitas Tanjungpura. Pontianak.
ISTA . 2014. International Rule for Seed Testing. Chapter 5. The Germination Test. Published by The International Seed Testing Association (ISTA) Zürichstr. 50, CH-8303 Bassersdorf, Switzerland.
Khor, K. H., Lim, K. O., Zainal, Z. A. .2009Characterization of bio-oil: a by-product from slow pyrolysis of oil palm empty fruit bunches. American Journal of Applied Sciences, 6(9), 1647-1652.
Leong, Steven . 2011. The use of wood vinegar in reducing the dependence on agro-chemicals. tersedia di http://www.agrowingculture.org/2011/04/the-use-of-wood-vinegar-in-reducing-the-dependence-on-agro-chemicals/ diakses 25 agustus 2015
Ratnawati and S. Hartanto. 2010. Effect of Temperature Pyrolysis Oil Shells on Quantity and Quality of Liquid Smoke. Journal of Materials Science Indonesia (Indonesian Journal of Materials Science). 12 (1): 7-11
Sutopo, Lita. 2010. TEKNOLOGI BENIH. Jakarta: Rajawali pers.